Artinya :
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

[767]. Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa malaikat yang mencatat amalan-amalannya. Dan yang dikehendaki dalam ayat ini ialah malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut Malaikat Hafazhah.

[768]. Tuhan tidak akan merubah keadaan mereka, selama mereka tidak merubah sebab-sebab kemunduran mereka.

(Q.S Ar Ra'd Ayat 11)

Sabtu, 26 November 2011

Cerita Telaga Ngebel Ponorogo




Asal muasal dari Telaga Ngebel sendiri berasal dari cerita yang berkembang di masyarakat, Telaga Ngebel mempunyaiceritaunik yang didasarkan pada kisah seekor ular naga bernama “Baru Klinting”.
Sang Ular ketika bermeditasi secara tak sengaja dipotong-potong oleh masyarakat sekitar untuk dimakan.Secara ajaib sang ular menjelma menjadi anak kecil yang mendatangi masyarakat dan membuat sayembara, untuk mencabut lidi yang ditancapkan di tanah.
Namun tak seorangpun berhasil mencabutnya. Lantas dia sendirilah yang berhasil mencabut lidi itu. Dari lubang bekas lidi tersebut keluarlah air yang kemudian menjadi mata air yang menggenang hingga membentuk Telaga Ngebel. Legenda Telaga Ngebel, terkait erat dan memiliki peran penting dalam sejarah Kabupaten Ponorogo. Konon salah seorang pendiri Kabupaten ini yakni Batoro Kantong. Sebelum melakukan syiar Islam di Kabupaten Ponorogo, Batoro menyucikan diri terlebih dahulu di mata air, yang ada di dekat Telaga Ngebel yang kini dikenal sebagai Kucur Batoro.

Sebuah ritual tahunan disebuah telaga yang dipercaya sering mengambil korban jiwa.
Perjalanan berliku mengelilingi gunung dan buki tmerupakan suasana yang menyegarkan. Indahnya alam di Ngebel semakin lengkap bila memandang telaganya. Inilah Telaga Ngebel. Tapi siapa sangka, telaga indah ini punya citra angker bagi warga setempat entah sudah berapa banyak orang yang tenggelama di sini.
Perahurekreasi yang dulu pernah ada kerap tenggelam dan rusak saat melintas itelaga. Mau tidak mau, sejumlah peristiwa itu semakin menguatkan angkernya sang telaga. Ingin tahu lebih lengkap, seperti apa yang dikatakan Mbah Budiharjo yang tinggal di tepi telaga. Warga setempat menyapanya. Mbah Budi adalah penduduk asli Ngebel yang dianggap tahu banyak mengenai mitos di Telaga Ngebel.
Konon, telaga ini muncul sebagai ekses kemarahan seorang pemuda miskin bernama Baru Klinting yang sering diejek penduduk sekitar yang arogan. Klinting sendiri sebetulnya manusia jelmaan seekor naga yang dibunuh warga setempat untuk konsumsi pesta rakyat.Kedatangan Klinting yang seperti pengemis memicu kemarahan warga yang jijik melihat penampilan sang pemuda. Hanya Nyai Latung yang berbaik hati padanya. Sang pengemis pun marah dengan kesaktiannya ia menenggelamkan seluruh desa. Hanya Nyai Latung yang selamat.Air bah itulah yang kini dikenal sebagai Telaga Ngebel. Sejakitu pula, beragam bencana dan musibah terus-terusan mendera Ngebel.Dari mulai musim paceklik, gagal panen hingga wabah penyakit,dan beencana yang selaludatanghinggakini.
Ada 4 lokasi keramat yang sering diberi sesaji oleh masyarakat. Diantaranya Gua Kumambang yang sekarang terendam air dan Gua Nyai Latung serta Bebong.Mitos Ngebel juga terkait dengan sesepuh Reog Ponorogo Raden Batoro Katong.Ketempat petilasannya inilah sekarang Kami menuju.Batoro Katong yang merupakanputra Raja Brawijayake V pernah bersembunyi dari kejaran musuh dan bertapa disalah satu gua yang ada di tepi telaga.Tempat Batoro Katong singgah pun jadi keramat. Bahkan bila salah satu warga Ngebel punya keinginan tertentu, ia melakukan tirakatan dan member sesaji di tempatini. Bila malam Jumat tiba, Telaga Ngebel ramai oleh beragam sesaji dari mereka yang percaya.Puncaknya adalah saat malam 1 Suro.

Pagi menjelang malam 1 Suro saat udara sedingin es, warga Ngebel mengadakan upacara qurban. Seekor kambing dengan bulu warna putih tidak putus melingkar bagian tengah tubuhnya atau yang disebut dengan kambing keditakan disembelih.Darah kambing yang ditampung di kain putih ini dihanyutkan kemuara telaga. Sang kepala akan dilarung ketelaga saat malam dan kaki kambing akan ditanam di empat tempat keramat.
Sementara itu seorang warga bernama Sagun akan mengemban tugas penting. Ialah pembawa sesaji ketengah telaga dalam ritual yang akan berlangsung di malam tersebut. Konon, tidak sembarang orang bisa membawa dan berenang menghayutkan sesaji ketengah telaga.Sagun sendiri mengaku tidak punya ilmu penangkal apapun selain mahir berenang. Lelaki tiga anak ini sehari-harinya bekerja sebagai pengawas pengairan di Ngebel. Bila ada orang yang tenggelam di Ngebel, biasanya Sagun yang diminta mencari.Tak heran ia terus dipercaya sebagai pembawa larungan sesaji.

Malam 1 Suro, Larung sesaji akan diberikan pada hari tersebut. Disepanjang jalan menuju Telaga Ngebel, warga memasang obor sebagai penerangan jalan.Tradisi menyalakan obor saat malam 1 Suro ini sudah berlangsung lama. Menambah suasana mistis yang sudah terasa sejak pagi. Di aula kecamatan tempat larung akan dimulai. Sekitar 40 sesepuh dan dukun Ngebel berkumpul di aula kecamatan.Mereka akan tirakatan. Dalam acara ini, sejenis mantra Jawa kuno dibaca bersama-sama.Tidak ada yang tahu pasti sejak kapan tradisi larung saji di Ngebel ini berlangsung. Yang jelas, sang telaga seperti tak jera meminta korban jiwa. Seusai tirakatan, saatnya menuju danau. Penerangan yang digunakan seadanya menambah aroma gaib di tempat ini. Apalagi udara sangat dingin. Tapi semua itu tidak menyurutkan langkah para sesepuh untuk mengelilingi danau unuk menanam 4 potongan kaki di tempat-tempat keramat. Dalam waktu hampir bersamaan, upacara larung sesaji segera dimulai. Potongan kepala kambing yang sudah dimasak dijadikan sesaji, dihanyutkan ketengah telaga dibawa oleh Sagun sang pembawa. Malam yang gelap membuat pandangan ketengah telaga tidak begitu jelas.Semua yang hadir di malam itu menanti kepulangan Sagun. Sagun memang tangguh, tak lama ia pun kembali. Padahal selain ada kisah angker yang membayangi, air di telaga sungguh amat dingin. Usai larung sesaji kembali diadakan doa bersama sebagai ungkapan syukur. Besok pagi akan digelar kembali larung sesaji, tapi dengan nuansa berbeda.

Pagi hari 1 Suro atau 1 Muharam larungan kembali digelar. Tapi yang ini lebih sebagai modifikasi yangdilakukan pihak pemerintah daerah setempat. Dalam perkembangannya, larung sesaji yang penuh aroma gaib memang menjadi kontroversi di masyarakat Ponorogo.
Sebagai kota santri yang hampir seluruh penduduknya pemeluk Islam, larung sesaji dianggap tidak relevan dengan ajaran Islam. Tapi disisi lain, larung sesaji sudah jadi tradisi yang melekat pada warga setempat. Pemerintah Daerah setempat kemudian berinisiatif memodifikasinya dengan larung berisalah doa. Ini juga sebagai salah satu upaya Pemda untuk menarik wisatawan dating ke Ngebel. Karena Ngebel yang kaya potensi wisatanya ini jarang jadi tempat tujuan wisata. Kebanyakan sudah ketakutan dulu bila mendengar mitos Ngebel. Kalau melihat jumlah pengunjung yang dating menyaksikan larungan pagi tersebut, upaya itu cukup berhasil. Dari sisi prosesi, larung risalah mirip dengan larung sesaji yang dilakukan malam hari. Perbedaannya ada pada jenis sesaji dan doa. Pada larung risalah ini ukuran sesajinya jauh lebih besar. Terbuat dari beras dan bahan makanan lainnya.
Nuansanya pun tidak seperti tadi malam. Mungkin karena yang hadir saat ini jauh lebih banyak. Bahkan pengunjung bisa ikut naik ke atas perahu mengiringi sang pembawa sesaji.

Dalam larung risalah, sesajian ini diperuntukan bagi hewan penghuni telaga seperti ikan. Selain sesaji, ikut ditenggelamkan juga kota berisi doa keselamatan ke dasar telaga. Tujuannya meminta keselamatan dan perlindungan Tuhan.
Seiring dengan tenggelamnya sesaji, usai sudah ritual tahunan di Ngebel. Tak lama lagi telaga ini akan kembali tenang bisa jadi kembali ditakuti. Tapi mungkin, mitos ini jugalah yang melindungi keberadaan Telaga Ngebel yang keindahannya terjaga hingga kini.











0 komentar:

Tanggal Hijriyah

Ramalan Jodoh

Headline Animator

Menthornie.blogspot.com

Geo Counter

Geo Visitor

Asmaul Husna

Asmaul Husna
Photobucket

CLICK HERE

REOG PONOROGO

Photobucket

  © Copyright 2010, Website Design By Menthor Buyut Reog