Artinya :
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

[767]. Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa malaikat yang mencatat amalan-amalannya. Dan yang dikehendaki dalam ayat ini ialah malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut Malaikat Hafazhah.

[768]. Tuhan tidak akan merubah keadaan mereka, selama mereka tidak merubah sebab-sebab kemunduran mereka.

(Q.S Ar Ra'd Ayat 11)

Selasa, 26 Januari 2010

Do'a Mengubah Nasib

Banyak orang menyalahkan takdir atau nasib ketika sedang mengalami kesusahan, atau mengalami sesuatu yang tidak diinginkan, tidak lulus ujian dianggap sudah takdir, gagal membina rumah tangga dianggap sudah takdir, jadi orang miskin karena sudah takdir, kena musibah sudah takdir, jadi pemalas sudah takdir, jadi orang jahat sudah takdir, jadi orang sukses sudah takdir, jadi orang gagal dianggap sudah takdir, jadi calon penghuni sorga sudah takdir, jadi calon penghuni neraka dianggap sudah takdir, seakan-akan semua nasib yang menimpa manusia dianggap karena takdir, sepertinya hidup itu tidak ditentukan oleh yang menjalani, rasanya seperti diatur oleh kekuatan luar biasa yang berada di luar dirinya, dan di luar batas kemampuannya.
Namun hal ini masih bisa dimaklumi jika memang sesuatu yang tidak mampu dilakukan, atau sesuatu yang hanya bisa diterima apa adanya itu murni dari Tuhan, seperti jika makhluk hidup (termasuk di dalamnya manusia) ingin hidup, maka harus bisa bernafas, kalau tidak bernafas, maka dia tidak bisa hidup, akan tetapi akan lain halnya jika sesuatu yang tidak bisa dilakukan dirinya murni karena keterbatasan yang dia buat sendiri, atau orang lain yang berada di luar dirinya, dan bukan ketentuan Tuhan, contohnya, orang gagal studi karena malas atau karena punya tuntutan lain yang harus lebih diprioritaskan daripada studi, ini bukan takdir sebagaimana yang kita pahami selama ini, ini sebuah kemestian yang alami, sebuah akibat yang tidak akan berhasil jika sebabnya tidak dilaksanakan, yaitu, jika ingin sukses studi maka harus belajar, kalau tidak belajar ya harus gagal studi, gagal studi di sini bukan berarti tidak mendapat ijazah, tapi gagal studi tidak mendapatkan ilmu, karena kalau patokannya ijazah, orang bodoh saja, tapi berduit atau punya orang dalam bisa membeli ijazah (maaf ini khusus di Negara kita kayaknya..hehe..).
Sekarang, kita perlu tahu apa sebenarnya yang dimaksud takdir Tuhan atau nasib? Takdir Tuhan menurut pendapat saya adalah perkiraan, karena dalam bahasa Arab sendiri, takdir diartikan perkiraan, saya mengira begini, saya mengira akan terjadi seperti ini, saya menimbang ini sekian, saya menaksir sekian, menurut saya hasilnya akan begini, saya mengira-ngira, semua ini masuk dalam arti takdir. Sedangkan qadha’ artinya ketentuan atau keputusan, biasanya qadha’ dan qadar (yang aslinya takdir) saling bergandengan, jadi runutannya, setelah saya menimbang-nimbang, setelah saya mengira-ngira, maka saya memutuskan seperti ini, maka saya menentukan begini, nah di negara kita, Qadha itu berarti takdir atau nasib.
Selama ini ada kekeliruan sebagian orang dalam memahami takdir Tuhan atau nasib, mereka menganggap bahwa takdir Tuhan itu sebuah kemestian yang harus terjadi dan sifatnya memaksa, mereka mengira bahwa takdir Tuhan telah tertulis dalam catatan hidup mereka sendiri, dan mau tidak mau harus terjadi seperti itu, mereka mengira, ketika Tuhan sudah menakdirkan seseorang jahat, maka orang itu harus pasrah dengan takdir tersebut, karena menurut mereka hal itu sudah ketentuan Tuhan, dan tidak bisa dirubah lagi, mau baik seperti apapun, kalau sudah dicatat tidak baik, maka hasilnya akan tidak baik juga, jika pemahaman takdir sesempit ini, maka kesimpulannya Tuhan tidak adil, karena Tuhan telah semena-mena menentukan nasib seseorang, benarkah pemahaman takdir memang demikian?
Jawabannya tidak benar, mengapa? Karena kalau pemahaman seperti ini benar, maka buat apa manusia disuruh berdoa dan berusaha? Tentu akan sia-sia, karena takdirnya atau nasibnya sudah diputuskan. Jadi yang benar bagaimana? Biar lebih mudah, saya akan mengiaskan dulu dengan kejadian sehari-hari kita, seorang guru yang benar-benar tahu kemampuan dan usaha anak didiknya dalam belajar, akan bisa mengira-ngira hasil akhir ujian anak-anak didiknya tersebut, walaupun ujiannya masih belum dilaksanakan, seorang guru bisa menentukan, “Anak ini akan lulus ketika ujian nanti”, karena sang guru tahu anak tersebut memang pandai dan rajin, seorang guru juga bisa mengatakan, “Anak ini tidak akan lulus ketika ujian nanti”, karena sang guru tahu anak ini di samping tidak pandai masih tidak rajin pula. Apakah perkiraan (takdir) dan ketentuan (nasib) seperti sebuah keputusan yang semena-mena? Jawabannya tidak, karena guru bukan memutuskan terlebih dahulu, tapi sang guru mengetahui keadaannya terlebih dahulu, kemudian mengira-ngira, setelah itu baru menentukan. Takdir Tuhan juga demikian, Tuhan menakdirkan atau menentukan nasib seseorang berdasarkan ilmu-Nya, Tuhan menentukan orang ini akan menjadi jahat, karena dengan ilmu-Nya Tuhan tahu bahwa orang ini memang ada gelegat jadi orang jahat.
Maka, jika sistem penentuan takdir atau nasib seseorang memang demikian, hal ini tidak bertentangan dengan perintah berdoa dan berusaha yang Tuhan perintahkan. Jadi, kesimpulannya, doa dan usaha seseorang bisa merubah takdir atau nasibnya. Di sinilah letak kebenaran ayat Al-Qur’an yang artinya: sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sampai mereka merubah nasibnya sendiri.
Al Qur'an Surat Ar Ra'd Ayat 11


Artinya :
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah [767]. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan [768] yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. [767]. Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa malaikat yang mencatat amalan-amalannya. Dan yang dikehendaki dalam ayat ini ialah malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut malaikat Hafazhah. [768]. Tuhan tidak akan merobah keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.

0 komentar:

Tanggal Hijriyah

Ramalan Jodoh

Headline Animator

Menthornie.blogspot.com

Geo Counter

Geo Visitor

Asmaul Husna

Asmaul Husna
Photobucket

CLICK HERE

REOG PONOROGO

Photobucket

  © Copyright 2010, Website Design By Menthor Buyut Reog